Pengambilan Sampel untuk Uji Emisi Gas Rumah Kaca oleh PPL BPP Cipunagara di Kelompok Tani Walini I Desa Simpar |
Gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca yaitu kemampuan atmosfer untuk mempertahankan suhu udara yang nyaman bagi makhluk hidup.
Peningkatan emisi GRK dapat menyebabkan pemanasan global.
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak terkena dampak pemanasan global. Terjadinya banjir dan longsor di musim hujan dan kekeringan berkepanjangan di musim kemarau pada lahan pertanian merupakan bukti dampak pemanasan global.
Selain itu, musim pun sudah semakin tidak menentu sehingga mempersulit petani dalam menentukan waktu tanam. Perubahan iklim global tersebut akhirnya akan berdampak terhadap ketahanan pangan nasional.
Ironisnya, sektor pertanian merupakan penyumbang emisi GRK dalam pemanasan global sebesar 90% yang berasal dari pertanian di daerah tropik.
Indonesia sendiri merupakan negara di daerah tropik yang menjadi salah satu pemasok GRK terbesar di dunia setelah Amerika dan Cina.
Emisi GRK dari sektor pertanian adalah gas metana (CH4) dengan persentase 67% dan gas dinitrogen oksida (N2O) dengan persentase 30%.
Emisi GRK dari sektor pertanian disebabkan oleh cara-cara praktik budidaya pertanian yang tidak berkelanjutan pada pengelolaan lahan sawah dan penggunaan pupuk.
Pada pengelolaan lahan sawah, penggunaan air irigasi dengan penggenangan areal pertanaman padi secara terus menerus akan menghasilkan emisi gas metana yang lebih besar jika dibandingkan dengan emisi dari lahan sawah dengan pengelolaan air irigasi secara intermitten atau berselang.
Sedangkan penggunaan pupuk anorganik yang berlebihan dapat menghasilkan emisi GRK berupa N2O.
Pengukuran emisi GRK dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perbedaan GRK yang dihasilkan dari demplot CSA dengan demplot konvensional, dimana penerapan konsep CSA SIMURP diharapkan dapat menurunkan emisi GRK yang berasal dari lahan pertanian.